Jumat, 26 Oktober 2018

Local Foods




Coto Mangkasara






          Makanan ini telah ada sejak zaman kerajaan Gowa sekitar tahun 1538 M, bercita rasa tinggi dan merupakan hidangan khusus kalangan istana kerajaan Gowa. Namun ada juga yang mengatakan bahwa coto Makassar diciptakan oleh rakyat jelata dan disajikan untuk pengawal kerajaan sebelum bertugas menjaga kerajaan di pagi harinya.

          Terbuat dari daging khas pilihan dan pengolaan berbagai jenis bumbu yang digunakan dan disinyalir hingga 40 campuran jenis bumbu lokal (rampa patang pulo) yang terdiri dari kacang, kemiri, cengkeh, pala, foeli, sereh, lengkuas, merica, bawang merah, bawang putih, jintan, ketumbar merah, ketumbar putih, jahe, laos, daun jeruk purut, daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seledri, daun prei, Lombok merah, Lombok hijau, gula tala, asam, kayu manis, garam, papaya muda untuk melembutkan daging dan kapur untuk membersihkan jeroan. Aroma dan rasanya khas yang dihasilkan oleh bumbu pada hidangan Coto Makassar ini juga berfungsi sebagai penawar zat yang terdapat dalam hati, babat, jantung dan limpah yang mengandung banyak kolesterol. Pengolahannya pun secara khusus menggunakan kuali tanah sebagai wadah masaknya. Coto Makassar ini biasa disantap dengan ketupat dan menjadi salah satu kuniner kota Makassar yang disinyalir merupakan jenis masakan sup atau kuah yang tertua di Indonesia.



Sumber Artikel : https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/coto-makassar



Sop Saudara





               Sop Saudara awalnya dibuat oleh H. Dollahi yang merupakan seorang pelayan H, Subair seorang penjual sop daging yang cukup terkenal di Makassar pada era tahun 1950-an. Mereka berasal dari Pangkep yang mengadu peruntungan dengan membuka warung makan di Makassar. H. Dollahi ini kemudian memutuskan membuka usaha sendiri dan membuat masakan sop saudara dan memperkenalkan makanan ini pertama kalinya sebagai produk makanan berkuah yang memiliki cita rasa khas di bilangan pasar Senggol Karebosi Makassar. Nama makanan ini terinspirasi dari nama Coto Paraikatte (Paraikatte=sesama kita) bermakna sama dengan saudara, dengan maksud semua orang yang makan di warungnya merasa bersaudara dengan pemiliknya. Penamaan ini juga menjadi penegasan identitas asal daerah, dianggap kepanjangan dari “saya orang pangkep (SOP) Saudara” Makanan ini tidak jauh berbeda dengan Coto Makassar dan berbahan baku sama yaitu daging sapi, bedanya hanya pada kuah yang ditambahkan bihun dan perkedel kentang dan biasanya kuahnya ditambahkan susu yang memberi sensasi rasa manis pada kuah sopnya. Makanan ini disajikan dengan nasi dan ikan bakar bandeng.


Sumber Artikel : http://mangkasaraku.blogspot.co.id/2016/07/sejarah-makanan-sop-saudara.html





Sop Konro





             Awal mula makanan ini dari kampung-kampung yang melakukan hajatan dimana warga memotong kerbau yang diambil bagian tulang-tulangnya lalu dimasak dengan bumbu yang sederhana dan biasa disebut pallu konro atau pallu buku (buku=tulang) Proses memasak kuah pallu konro ini dimasak dengan kacang merah (Campe’) yang dimasak hingga lunak dan dihaluskan kemudian dicampurkan ke dalam kuah. Bahan kacang merah inilah yang membuat kuahnya kental dan khas. Bumbunya juga khas ketumbar dan keluak yang memberikan warna pada kuah pallu konro yang bumbu-bumbunya diadopsi dari bumbu masakan pallu kaloa hanya bedanya tidak menggunakan kayu manis, cengkeh dan adas. 
          Proses memasaknya juga agak rumit karen menggunakan tempat-tempat yang berbeda antara memasak tulang dan kuahnya. Sebelum dicampur menjadi satu, hal ini dimaksudkan untuk memisahkan tulang dari sisa-sisa kotoran pada saat pemotongan, menghilangkan lemak dan bau amis. Sop Konro ini awalnnya terbuat dari daging kerbau namun seiring waktu berkurangnya populasi kerbau dan mahalnya harga kerbau membuat pedagang beralih ke daging sapi yang harganya lebih terjangkau.




Sumber Artikel :https://sites.google.com/site/kulinerkhassulawesiselatan/sop-konro/asal-usul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar